UNGARAN | HARIANWAWASAN.COM - Lembaga Pemantau Kebijakan Pejabat Publik (LPKPP) Kabupaten Semarang, soroti lokasi diduga penampungan aspal curah ilegal yang berada di wilayah Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang.
Ketua LPKPP Kabupaten Semarang, Winarno mengatakan, lokasi tersebut diduga dijadikan sarang bisnis jual beli aspal curah diduga ilegal.
"Dari hasil investigasi kami, ditempat tersebut terdapat drum-drum kosong yang sudah disipakan untuk diisi aspal cair,"katanya.
Winarno mengungkapkan, bisnis tersebut diduga sudah bertahun tahun subur melenggang dan seolah kebal hukum.
"Dari informasi kami himpun, aspal bekas tersebut dibeli dari truk kencing dengan harga Rp 650 ribu per drum. Truk tersebut biasanya dari pelabuhan,"ucapnya.
Lalu aspal curah tersebut dijual kembali ke kontraktor wilayah Kab Semarang dan Salatiga seharga sekitar Rp 2,5 juta.
"Memang sih, cukup menjanjikan terkait usaha jual-beli aspal curah. Pasalnya dari nilai harga jelas dibawah harga standar harga minimum PUPR,"papar Winarno.
Kalau kita bicara spesifikasi aspal tersebut dengan harga per drum Rp 650 ribu dibuat seolah- olah harga normatif diangka Rp 2 juta sampai Rp 2.5 juta dan seakan aspal tersebut merupakan aspal yang mempunyai mutu yang bagus.
Namun bagaimana mengujinya sedangkan RAB pekerjaan pemerintah harus mengacu kepada standar SNI. Namun para kontraktor dikalau tidak ada pengawasan yang intensif budayanya dari kontraktor yang penting mendapatkan harga murah.
"Masih menjamurnya usaha tersebut kami nilai kinerja para penegak perda dan penegak hukum serta badan pengawas terkait kami nilai sangat buruk,"tandas Winarno.
Winarno menyebut tempat usaha tersebut milik Ibu M yang juga dikelola anaknya B.
"Itu diduga tidak mengantongi ijin baik PBG,SLF dan standar SNI dari mutu kualitas aspal yang sudah bukan menjadi rahasia umum lagi digunakan oleh para kontraktor untuk pekerjaan-pekerjaan pemerintah,"terang Winarno.
Prihatin dengan kondisi itu, LPKPP akan melaporkan temuan itu ke aparat penegak hukum."Kalau perlu kita akan layangkan laporan ke Mabes Polri,"tegasnya.
Winarno menambahkan, terkait penyimpanan hasil pertambangan migas ilegal atau tanpa mengantongi ijin yang sudah diatur didalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, yang mana disitu mencakup hasil pertambangan migas, maka para pelaku bisa dijerat dengan Pasal 53 UU. Nomor 22 tahum 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa setiap orang yang melaksanakan kegiatan mengola, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga tanpa izin akan dikenakan hukuman pidana. Pasal 53 huruf a yang berbunyi “Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengolahan dipidana dengan pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling tinggi Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).(Ridwan)